KARYA ILMIAH
TUGAS SOFTSKILL
(Kemiskinan dan Kesenjangan)
Nama : Yoga Adi Pratama
Npm
: 17212815
Kelas
: 3EA02
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Gunadarma
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Kemiskinan merupakan permasalahan
kemanusiaan yang saat ini ada di hampir seluruh belahan dunia . Ia bersifat
laten dan aktual sekaligus. Ia telah ada sejak peradaban manusia ada dan hingga
kini masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun.
Kemisikinan merupakan faktor
dominan yang mempengaruhi persoalan kemanusiaan lainnya, seperti
keterbelakangan, kebodohan, ketelantaran, kematian dini. Problema buta hurup,
putus sekolah, anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia (human trafficking)
tidak bisa dipisahkan dari masalah kemiskinan.
Berbagai upaya telah dilakukan
oleh pemerintah , beragam kebijakan dan program telah disebar-terapkan,
berjumlah dana telah dikeluarkan demi menanggulangi kemiskinan. Tak terhitung
berapa kajian dan ulasan telah dilakukan di universitas, hotel berbintang, dan
tempat lainnya. Pertanyaannya mengapa kemisikinan masih menjadi bayangan buruk
wajah kemanusiaan kita hingga saat ini? Meskipun penanganan kemiskinan bukan
usaha mudah, diskusi dan penggagasan aksi-tindak tidak boleh surut kebelakang.
Untuk meretas jalan pensejahteraan, pemahaman mengenai konsep dan strategi
penanggulangan kemisikinan masih harus terus dikembangkan.
Berdasarkan definisi kemiskinan
dan fakir miskin dari BPS dan Depsos (2002), jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada tahun 2002 mencapai 35,7 juta jiwa dan 15,6 juta jiwa (43%)
diantaranya masuk kategori fakir miskin. Secara keseluruhan, prosentase
penduduk miskin dan fakir miskin terhadap total penduduk Indonesia adalah
sekira 17,6 persen dan 7,7 persen. Ini berarti bahwa secara rata-rata jika ada
100 orang Indonesia berkumpul, sebanyak 18 orang diantaranya adalah orang
miskin, yang terdiri dari 10 orang bukan fakir miskin dan 8 orang fakir miskin
(Suharto, 2004:3).
Antara pertengahan tahun 1960-an
sampai tahun 1996, waktu Indonesia berada dibawah kepemimpinan Pemerintahan
Orde Baru Suharto, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun drastis - baik di
desa maupun di kota - karena pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat dan adanya
program-program penanggulangan kemiskinan yang efisien. Selama pemerintahan
Suharto angka penduduk Indonesia yang tinggal di bawah garis kemiskinan menurun
drastis, dari awalnya sekitar setengah dari jumlah keseluruhan populasi
penduduk Indonesia, sampai hanya sekitar 11 persen saja. Namun, ketika pada
tahun 1990-an Krisis Finansial Asia terjadi, tingkat kemiskinan melejit tinggi,
dari 11 persen menjadi 19.9 persen di akhir tahun 1998, yang berarti prestasi
yang sudah diraih Orde Baru hancur seketika.
1.2
Tujuan Penulisan
Makalah
ini disusun dengan tujuan :
1) Memahami bagaimana pengertian
kemiskinan dan kesenjengan
2) Mengetahui kemiskinan dan kesenjengan
yang terjadi di Indonesia
3) Mengetahui penyebab dan dampak dari
kemiskinan dan kesenjangan
4) Mengetahui apa saja kebijakan
pemerintah untuk mengatasi kemiskinan
1.3 Perumusan Masalah
Dalam
penyusanan makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah yang akan dikaji
sebagi berikut:
1) Apa yang dimaksud dengan kemiskinan
dan kesenjengan?
2) Apakah pengertian dari garis
kemiskinan ?
3) Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan?
4) Apa saja penyebab dan dampak dari
kemiskinan dan kesenjengan ?
5) Apa saja indikator kemiskinan dan
kesenjengan?
6) Apa saja kebijakan pemerintah untuk
mengatasi kemiskinan ?
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Kemiskinan dan Kesenjangan
Kemiskinan
dalam pengertian konvensional merupakan pendapatan (income) dari suatu kelompok
masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu seringkali
berbagai upaya pengentasan kemiskinan hanya berorientasi pada upaya peningkatan
pendapatan kelompok masyarakat miskin.
Kemiskinan
seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai
keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah
masalah yang sangat kompleks, baik dari faktor penyebab maupun dampak yang
ditimbulkannya.
Kemiskinan
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) pengertian, yakni: kemiskinan absolut,
kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin
absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti: pangan, sandang,
kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang tergolong miskin relatif apabila
seseorang tersebut sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih
berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan seseorang tergolong
miskin kultural apabila seseorang atau sekelompok masyarakat tersebut memiliki
sikap tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha
dari pihak lain yang membantunya.
Adapun
pendekatan yang digunakan untuk memperkirakan penduduk miskin yang dilakukan
oleh BPS (Badan Pusat Statistik) dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: (1) Pendekatan Wilayah dan (2) Pendekatan Rumah Tangga. Penjelasan dari
kedua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
Pendekatan
wilayah, merupakan pendekatan untuk memperkirakan penduduk miskin melalui
kantong-kantong kemiskinan yang berupa desa miskin (desa tertinggal). Secara
makro, pendekatan wilayah dilakukan berdasarkan asumsi bahwa penduduk miskin
dapat diidentifikasi melalui fasilitas (infrastruktur), kondisi jalan, akses
terhadap alat transportasi, sarana kesehatan, pendidikan, serta kondisi sosial
ekonomi yang mendukung kehidupan masyarakat di wilayah yang diamati. Apabila
infrastruktur wilayah tersebut tergolong berkualitas rendah, maka besar
kemungkinannya tingkat kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut
tergolong rendah. Sebuah desa yang mempunyai infrastruktur kurang memadai
diasosiasikan sebagai desa kantong kemiskinan.
Pendekatan
rumah tangga, adalah pendekatan yang mengacu kepada ketidakmampuan rumah
tangga dalam memenuhi kebutuhan minimum hidupnya. Perhitungan jumlah penduduk
miskin dengan pendekatan rumah tangga pada prinsipnya adalah mengukur
ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan dan non-pangan yang
paling minimal.
2.1.1Konsep
dan Pengertian Kemiskinan
Ø Konsep
dari kemiskinan ada dua yaitu Kemiskinan
Absolut dan Kemiskinan Relatif .
Kemiskinan Absolut Dalam konsep ini kemiskinan
dikaitkan dengan tingkat pendapatan dankebutuhan.Kebutuhan tersebut dibatasi
pada kebutuhan pokok atau kebutuhandasar(basic need) yang memungkinkan
seseorang untuk hidup secara layak.Apabila pendapatan tersebut tidak mencapai
kebutuhan minimum, maka dapat dikatakan miskin.Sehingga dengan kata lain bahwa
kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup.Tingkat pendapatan Pendapatan Tabungan Rendah,
Rendah Investasi, Rendah minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin
dantidak miskin atau sering disebut sebagai garis batas kemiskinan. Masalah
utama dalam konsep kemiskinan absolut adalah menentukan tingkat komposisi dan
tingkat kebutuhan minimum karena hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat
istiadat, iklim dan berbagai faktor ekonomi lain. Konsep kemiskinan yang
didasarkan atas perkiraan kebutuhan dasar minimum merupakan konsep yang mudah
dipahami tetapi garis kemiskinan objektif sulit dilaksanakan karena banyak
sekali faktor yang mempengaruhinya. Tidak ada garis kemiskinan yang berlaku
pasti dan umum, hal itu dikarenakan garis kemiskinan berbeda antara tempat yang
satu dengan tempat yang lainnya.
Kemiskinan Relatif Seseorang yang sudah mempunyai
tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu
berarti tidak miskin. Hal ini terjadikarena kemiskinan lebih banyak ditentukan
oleh keadaan sekitarnya, walaupun pendapatannya sudah mencapai tingkat
kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan
masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin.
Berdasarkan konsep kemiskinan relatif ini, garis kemiskinan akan mengalami
perubahan bila tingkat. Pada umumnya, ukuran kemiskinan dikaitkan dengan
tingkat pendapatandan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan dibatasi pada kebutuhan
pokok ataukebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup
secara layak. Bila pendapatan tidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang
tersebutdapat dikatakan miskin. Dengan kata lain, kemiskinan dapat diukur
denganmembandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhanhidup. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskindan
tidak miskin atau sering disebut sebagai garis batas kemiskinan.
Ø Pengertian
Kemiskinan
Kemiskinan
merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan
minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan
(poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan
adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat
membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan
kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan
Depsos,2002:4).
Kemiskinan
pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah
dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara
luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan
kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat
(SMERU dalam Suharto dkk, 2004).
Fakir
miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber
mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi
kemanusiaan (Depsos, 2001).
2.1.2
Pengertian Kesenjangan
Ø Pengertian
Kesenjangan
Menurut
KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) kesenjangan berasal dari kata senjang yang
berarti, tidak simetris atau tidak sama bagian yg di kiri dan yg di kanan (tt
ukiran dsb); genjang;berlainan sekali; berbeda; ada (terdapat) jurang
pemisah;.ketidakseimbangan.. Sedangkan Kesenjangan Sosial itu sendiri adalah
distribusi yang tidak merata (ketidakadilan,
ketidaksetraaan dan ketidakseimbangan ) yang dialami oleh individu dan
kelompok yang dianggap penting dalam suatu masyarakat dan penilaian yang tidak
sama serta pengecualian berdasarkan posisi sosial dan gaya hidup. Juga, hak dan
kewajiban tidak didistribusikan secara merata atau ketidaksamaan akses untuk
mendapatkan atau memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya bisa berupa
kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, peluang berusaha
dan kerja. Dapat pula berupa kebutuhan sekunder, seperti sarana pengembangan
usaha, sarana perjuangan hak asasi, sarana saluran politik, pemenuhan
pengembangan karir, dan lain-lain.
2.2
Garis Kemiskinan
Garis
kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang
dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu
negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis
kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada
di negara berkembang.Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam
kemiskinan.
Sementara
di Indonesia sendiri Pemerintah menetapkan batas konsumsi kalori setara 2100kilokalori
perkapita per hari, jadi kesimpulannya adalah garis kemiskinan merupakan
representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita
per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Tahap
pertama adalah menentukan penduduk referensi, yaitu 20 persen penduduk yang
berada di atas Garis Kemiskinan Sementara, yaitu garis kemiskinan periode lalu
yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian
dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan
(GKNM).
GK=
GKM + GKNM
Garis
Kemiskinan Makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar
makanan yang riil dikonsumdi penduduk referensi dan kemudian disetarakan dengan
nilai energi 2.100 kilokalori perkapita per hari. Penyetaraan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori
dari ke-52 komoditi tersebut. Selanjutnya GKM tersebut disetarakan dengan 2.100
kilokalori dengan cara mengalikan 2.100 terhadap harga implisit rata-rata
kalori.
Garis
Kemiskinan Non-Makanan merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari
komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan. Nilai kebutuhan minimum per komoditi/sub-kelompok
non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi
/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang
tercatat dalan data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil
Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKD 2004), yang dilakukan untuk
mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumahtangga per komoditi non-makanan
yang lebih rinci dibandingkan data Susenas modul konsumsi.
Garis
Kemiskinan merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan dan Garis
Kemiskinan Non-Makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Berikut
adalah data yang bersumber dari Bank Dunia dan BPS yg menunjukkan jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di Indonesi dari tahun 2006-2014.
Statistik Kemiskinan dan
Ketidaksetaraan di Indonesia:
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
|
Kemiskinan
Relatif
(% dari populasi) |
17.8
|
16.6
|
15.4
|
14.2
|
13.3
|
12.5
|
11.7
|
11.5
|
11.0
|
Kemiskinan
Absolut
(dalam jutaan) |
39
|
37
|
35
|
33
|
31
|
30
|
29
|
29
|
28
|
Koefisien
Gini/
Rasio Gini |
-
|
0.35
|
0.35
|
0.37
|
0.38
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
-
|
Sumber: Bank
Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Propinsi
dengan Angka Kemiskinan Relatif Tinggi¹
Papua
|
27.8%
|
Papua
Barat
|
26.3%
|
Nusa
Tenggara Timur
|
19.6%
|
Maluku
|
18.4%
|
Gorontalo
|
17.4%
|
¹ persentase berdasarkan total penduduk per propinsi bulan September 2014
Propinsi
dengan Angka Kemiskinan Absolut Tinggi¹
Jawa Timur
|
4.7
|
Jawa
Tengah
|
4.6
|
Jawa Barat
|
4.2
|
Sumatra
Utara
|
1.4
|
Lampung
|
1.1
|
¹ dalam jumlah jutaan pada bulan September 2014
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
|
Kemiskinan
Pedesaan
(% penduduk yg hidup di bawah garis kemiskinan desa) |
20.0
|
21.8
|
20.4
|
18.9
|
17.4
|
16.6
|
15.7
|
14.3
|
14.4
|
13.8
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
|
Kemiskinan
Kota
(% penduduk yg tinggal di bawah garis kemiskinan kota) |
11.7
|
13.5
|
12.5
|
11.6
|
10.7
|
9.9
|
9.2
|
8.4
|
8.5
|
8.2
|
2.3 Penyebab dan
Dampak Kemiskinan dan Kesenjangan
Ø
Penyebab
Kemiskinan
Pada
umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai
berikut:
1)
Laju
Pertumbuhan Penduduk.
Pertumbuhan
penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus
penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk
dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak
sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah
dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk
hidup di bawah garis kemiskinan.
2)
Angkatan
Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran.
Secara
garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan
bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang
berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap
negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia
ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua
penduduk kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan
cukup merata.
Pendapatan
penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relatif tidak
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di
Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih.
3)
Tingkat
pendidikan yang rendah.
Rendahnya
kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu
negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas
sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling
tidak dapat membaca dan menulis.
4)
Kurangnya
perhatian dari pemerintah.
Pemerintah
yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi
salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang
mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
Dampak
dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks.
Ø
Penyebab
Kesenjangan
1. UMR yang ditentukan pemerintah antara
pegawai swasta dan pegawai Pemerintah yang
sangat berbeda.
2. PNS (golongan atas) lebih sejahtera
dibandingkan petani
3. Pertanian kalah jauh dalam meyuplai
Produk Domestik Bruto (PDB) yang hanya sekitar 9,3% di tahun 2011, padahal Indonesia
merupakan Negara agraris
Ø Dampak Kemiskinan dan Kesenjangan
1)
Pengangguran
Sebagaimana kita ketahui jumlah
pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang
cukup “fantastis” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa
saat ini. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak
memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak
memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara
otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat.
Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat
2)
Kekerasan.
Sesungguhnya
kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran.
Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan
halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga
keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok,
menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas
kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan
butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari
memalak.
3)
Pendidikan.
Tingkat
putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya
biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia
sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan
yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali
sehari saja mereka sudah kesulitan.
4)
Kesehatan.
Seperti
kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik
pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos
pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh
kalangan miskin.
5)
Konflik
Sosial.
Tanpa
bersikap munafik konflik muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas
kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita
alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan “keamanan”
dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif
disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.
2.4
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara
berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang
menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam
jangka panjang.
Definisi
ini mengandung tiga unsur, yaitu :
1)
Pembangunan
ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang terus menerus yang di
dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru.
2)
Usaha
meningkatkan pendapatan perkapita.
3)
Kenaikan
pendapatan per kapita harus berlangsung dalam jangka panjang.
Pertumbuhan
Ekonomi membutuhkan :
a.
Ketahanan Pangan.
b.
Ketahanan Energy.
c.
Stabilitas Harga .
d.
Stabilitas Ekonomi dan stimulus fiscal.
e.
Iklim Investasi yang kondusif.
f.
Pengembangan Infrastruktur untuk mendukung daya saing sector riil.
Sebagai
upaya meperbaiki tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat secara luas,
tujuan dasar pembangunan ekonomi tidak hanya untuk mengejar pertumbuhan PDB
atau PDRB, namun juga untuk menciptakan pemerataan pendapatan antar masyarakat.
Karena jika hanya fokus pada PDB, akan menimbulkan ketimpangan dan
ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan. Hal itu dikarenakan tingkat
kesejahteraan seseorang sulit diukur dan subyektif sifatnya.
Menurut
Kuznets, hubungan antara kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan
hubungan negatif, sebaliknya hubungan pertumbuhan ekonomi dan tingkat
kesenjangan ekonomi adalah hubungan positif. pola hubungan yang positif
kemudian menjadi negatif, menunjukkan terjadi proses evolusi dari distribusi
pendapatan dari masa transisi suatu ekonomi pedesaan (rural) ke suatu ekonomi
perkotaan (urban) atau ekonomi industri.
2.5
Indikator-Indikator Kemiskinan dan Kesenjangan
Untuk
menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail
indikator kemiskinan tersebut. Adapun indikator – indikator kemiskinan
sebagaimana dikutip dari Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai berikut :
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (
sandang,pangan, papan ).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup
dasar lainnya ( kesehaatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi
).
3. Tidak adanya jaminan masa depan ( karena
tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga ).
4. Kerentangan terhadap goncangan yang
bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan
terbatasnya sumber daya alam.
6. Kuranganya apresiasi dalam kegiatan sosial
masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan
mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat
fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan
sosial ( anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga,janda
miskin,kelompok marginal dan terpencil ).
Ø Indikator
- Indikator Kesenjangan Pendapatan
Adapun
indikator – indikator kesenjangan pendapatan antara lain sebagai beikut :
1. UMR yang ditentukan pemerintah antara
pegawai swasta dan pegawai Pemerintah yang berbeda.
2. PNS ( golongan atas ) lebih sejahtera
dibandingkan petani.
3. Pertanian kalah jauh dalam menyuplai Produk
Domestik Bruto ( PDB ) yang hanya sekitar 9.3 % di tahun 2011, padahal
Indonesia merupakan Negara agraris.
2.6
Faktor-Faktor Kemiskinan dan Kesenjangan
Ø Faktor-Faktor
Kemiskinan
Yang
menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu :
1. Kemiskinan alamiah.
Kemiskinan
alamiah terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas,penggunaan teknologi yang
rendah,dan bencana alam.
2. Kemiskinan buatan.
Kemiskinan
ini terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian
anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas
lain yang tersedia hingga mereka tetap miskin.
Selain
itu,penyebab kemiskinan di negara Indonesia adalah :
1)
Laju
Pertumbuhan Penduduk.
Pertumbuhan
penduduk Indonesia terus menigkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus
penduduk.
Meningkatnya
jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang
belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban
ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban
ketergantungan yang harud ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis
kemiskinan.
2)
Angkatan
Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran.
Secara
garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan
bukan tenaga kerja. Yang tergolong tenaga kerja ialah penduduk yang berumur
didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang
satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum
10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk
kesenjangan dikatakan lunak,distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup
merata.
3)
Tingkat
pendidikan yang rendah.
Rendahnya
kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu
negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry,
jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau
paling tidak dapat membaca dan menulis.
4)
Kurangnya
perhatian dari pemerintah.
Pemerintah
yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi
salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang
mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
Menurut Todaro (1997) menyatakan
bahwa variasi kemiskinan dinegara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu:
1)
Perbedaan
geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan,
2)
Perbedaan
sejarah, sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan,
3)
Perbedaan
kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya
4)
Perbedaan
peranan sektor swasta dan negara,
5)
Perbedaan
struktur industri,
6)
Perbedaan
derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain
7)
Perbedaan
pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.
Studi
empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) yang
dilakukan pada tujuh belas propinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam
faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu:
1) Rendahnya kualitas sumber daya
manusia, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingginya
angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan
alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah
anggota keluarga.
2) Rendahnya sumber daya fisik, hal
ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan aset produksi serta modal kerja.
3) Rendahnya penerapan teknologi,
ditandai oleh rendahnya penggunaan input mekanisasi pertanian.
4) Rendahnya potensi wilayah yang
ditandai dengan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur wilayah.
5) Kurang tepatnya kebijaksanaan
yang dikukan oleh pemerintah dalam investasi dalam rangka pengentasan
kemiskinan.
6) Kurangnya peranan kelembagaan
yang ada.
Menurut
Ginanjar (1996) ada 4 faktor penyebab kemiskinan, faktor-faktor tersebut antara
lain:
1)
Rendahnya
taraf pendidikan
2)
Rendahnya
taraf kesehatan.
3)
Terbatasnya
lapangan kerja.
4)
Kondisi
keterisolasian.
Kemiskinan
melekat pada diri penduduk miskin, mereka miskin karena tidak memiliki aset
produksi dan kemampuan untuk meningkatkan produktivitas. Mereka tidak memiliki
aset produksi karena mereka miskin, akibatnya mereka terjerat dalam lingkungan
kemiskinan tanpa ujung dan pangkal.
Pendapat
Ginanjar (1996) bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1)
Sumber
daya alam yang rendah.
2)
Teknologi
dan unsur penduduknya yang rendah.
3)
Sumber
daya manusia yang rendah.
4)
Saran
dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik.
World
bank ( 2000) memberikan resep baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar
yaitu :
1)
Pemberdayaan
yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi
lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat
partisipasi mereka dalam proses politik dan pengambilan keputusan tingkat
lokal.
2)
Keamanan
yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui
manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makrodan jaringan
pengamanan yang lebih komprhensif.
3)
Kesempatan
yaitu proses peningkatan askes kaum miskin terhadap modal fisik dan modal
manusia dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset-asset tersebut.
ADB
(1999) menyatakan ada 3 pilar untuk mengentaskan kemiskinan yaitu :
1)
Pertumbuhan
berkelanjutan yang prokemiskinan.
2)
Pengembangan
sosial yang mencakup:Pengembangan SDM,modal sosial,perbaikan status perempuan,
dan perlindungan sosial.
3)
Manajemen
ekonomi makro dan pemerintahan yang baik yang dibutuhkan untuk mencapai
keberhasilan.
Ø Faktor-Faktor
Kesenjangan
1.
Kemiskinan
Kemiskinan adalah penyebab utama terjadinya kesenjangan sosial di
masyarakat. Banyak orang menganggap bahwa kemiskinan adalah suatu suratan
takdir atau mereka mereka miskin karena malas, tidak kreatif, dan tidak punya
etos kerja. Inti kemiskinan terletak pada kondisi yang disebut perangkap
kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari :
1)
Kemiskinan
itu sendiri
2)
Kelemahan
fisik
3)
Keterasingan
atau kadar isolasi
4)
Kerentaan
5)
Ketidakberdayaan
2.
Kurangnya Lapangan Kerja
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh
yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat, sedangkan perekonomian menjadi
faktor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia
menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan menyebabkan
perekonomian masyarakat bawah semakin rapuh. Salah satu karakteristik tenaga
kerja di Indonesia adalah laju pertumbuhan tenaga kerja lebih tinggi ketimbang
laju pertumbuhan lapangan kerja. Berbeda dengan negara-negara di Eropa dan Amerika,
dimana lapangan pekerjaan masih berlebih. Faktor-faktor penyebab pengangguran
di Indonesia:
1)
Kurangnya
sumber daya manusia pencipta lapangan kerja
2)
Kelebihan
penduduk/pencari kerja
3)
Kurangnya
jalinan komunikasi antara si pencari kerja dengan pengusaha
4)
Kurangnya
pendidikan untuk pewirausaha
2.7 Kemiskinan di Indonesia
Masalah
kemiskinan di Indonesia erat sekali hubungannya dengan rendahnya Sumber Daya
Manusia (SDM), hal ini dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat
Indonesia yang meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana
ditunjukan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia di
tahun 2002 yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan
Thailand di antara Negara-negara ASEAN.
Tantangan
lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di
pedesaan relativ lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (survei sosial
ekonomi nasional) pada tahun 2004 menunjukan bahwa sekitar 69,0 persen penduduk
Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sector
pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di
alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan
peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta
masih rendahnya angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks,
GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement,GEM).
Selanjutnya
adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan
untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika
meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan
kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita
akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama
dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika
pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini
sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta
bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.
2.8
Kebijakan anti Kemiskinan
Untuk
menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi
dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar
utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1)
Pertumuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2)
Pemerintahan yang baik
(good governance)
3)
Pembangunan sosial
Untuk mendukung
strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai
dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a)
Intervensi jangka
pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
b)
Intervensi jangka
menengah dan panjang.
c)
Pembangunan sektor swasta
d)
Kerjasama regional
e)
APBN dan administrasi
f)
Desentralisasi
g)
Pendidikan dan
Kesehatan
h)
Penyediaan air bersih
dan Pembangunan perkotaan
Upaya
penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan
penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan
nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga
dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.
Sebagai wujud
gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan
Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui
proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di
Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk
Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan
kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah
jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
1.) Mengurangi
kesenjangan antar daerah dengan;
a) Penyediaan
sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah
langka sumber air bersih.
b) Pembangunan
jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal.
c) Redistribusi
sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan
instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .
2.) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha
dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan
keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
3.)
Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar
penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain:
a) Pendidikan
gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid
yang kurang mampu.
b) Jaminan
pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit
kelas tiga.
BAB III PENUTUP
Ø
Kesimpulan
Masalah kemiskinan di Indonesia
memang sangat rumit untuk dipecahkan. Dan tidak hanya di Indonesia saja
sebenarnya yang mengalami jerat kemiskinan, tetapi banyak negara di dunia yang
mengalami permasalahan ini.
Upaya penurunan tingkat
kemiskinan sangat bergantung pada pelaksanaan dan pencapaian pembangunan di
berbagai bidang. Oleh karena itu, agar pengurangan angka kemiskinan dapat
tercapai,dibutuhkan sinergi dan koordinasi program-program pembangunan di
berbagai sektor,terutama program yang menyumbang langsung penurunan kemiskinan.
Negara yang ingin membangun
perekonomiannya harus mamou meningkatkan standar hidup penduduk negaranya, yan
gdiukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita. Indonesia sebagai negara
berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan diantaranya merupakan produsen
barang primer,memiliki masalah tekanan penduduk,kurang optimalnya sumber daya
alam yang diolah,produktivitas penduduk yang rendah karena keterbelakangan pendidikan,kurangnya
modal pembangunan,dan orientasi ekspor barang primer karena ketidakmampuan
dalam mengolah barang-barang tersebut menjadi lebih berguna.
Ø
Saran
Dalam
menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih
kreatif,inovatif dan eksploratif. Selain itu,globalisasi membuka mata bagi
Pegawai pemerintah,maupun calon pegawai pemerintah agar berani mengambil sikap
yang lebih tegas sesuai dengan visi dan misi bangsa Indonesia ( tidak
memperkaya diri sendiri dan kelompoknya). Dan mengedepankan partisipasi
masyarakat Indonesia untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman
globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan,wawasan,skill,mentalitas dan moralitas yang standarnya adalah standar
global.
Referensi
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar